Unsur Budaya Jawa timur

Jawa Timur

Kepercayaan            : Mayoritas suku Jawa umumnya menganut agama Islam, sebagian kecil lainnya menganut agama kristen dan katolik, dan ada pula yang menganut hindu dan Buddha. Sebagian orang Jawa juga masih memegang teguh kepercayaan Kejawen. Agama Islam sangatlah kuat dalam memberi pengaruh pada Suku Madura. Suku Osing umumnya beragama Islam dan Hindu. Sedangkan mayoritas Suku Tengger menganut agama Hindu.
perlengkapan hidup     :             Sebagai suatu kebudayaan, suku Jawa tentu memiliki peralatan dan perlengkapan hidup yang khas diantaranya yang paling menonjol adalah dalam segi bangunan. Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah Jawa memiliki ciri sendiri dalam bangunan mereka, khususnya rumah tinggal. Ada beberapa  jenis rumah yang dikenal oleh masyarakat suku Jawa, diantaranya adalah rumah limasan, rumah joglo, dan rumah serotong. Rumah limasan, adalah rumah yang paling umum ditemui di daerah Jawa, karena rumah ini merupakan rumah yang dihunu oleh golongan rakyat jelata. Sedangkan rumah Joglo, umumnya dimiliki sebagai tempat tinggal para kaum bangsawan, misalnya saja para kerabat keraton.
Umumnya rumah di daerah Jawa menggunakan bahan batang bambu, glugu (batang pohon nyiur), dan kayu jati sebagai kerangka atau pondasi rumah. Sedangkan untuk dindingnya, umum digunakan gedek atau anyaman dari bilik bambu, walaupun sekarang, seiring dengan perkembangan zaman, banyak juga yang telah menggunakan dinding dari tembok. Atap pada umumnya terbuat dari anyaman kelapa kering (blarak) dan banyak juga yang menggunakan genting.

mata pencaharian       :   Tidak ada mata pencaharian yang khas yang dilakoni oleh masyarakat suku Jawa. pada umumnya, orang-orang disana bekerja pada segala bidang, terutama administrasi negara dan kemiliteran yang memang didominasi oleh orang Jawa. selain itu, mereka bekerja pada sektor pelayanan umum, pertukangan, perdagangan dan pertanian dan perkebunan. Sektor pertanian dan perkebunan, mungkin salah satu yang paling menonjol dibandingkan mata pencaharian lain, karena seperti yang kita tahu, baik Jawa Tengah dan Jawa Timur banyak lahan-lahan pertanian yang beberapa cukup dikenal, karena memegang peranan besar dalam memasok kebutuhan nasional, seperti padi, tebu, dan kapas.
Tetapi orang Jawa juga terkenal tidak memiliki bakat yang menonjol dalam bidang industri dan bisnis seperti halnya keturunan etnis tionghoa. Hal ini dapat terlihat, bahwa pemilik industri berskala besar di Indonesia, kebanyakan dimiliki dan dikelola oleh etnis tionghoa.

pengetahuan            :       Salah satu bentuk sistem pengetahuan yanga ada, berkembang, dan masih ada hingga saat ini, adalah bentuk penanggalan atau kalender. Bentuk kalender Jawa menurut kelompok kami, adalah salah satu bentuk pengetahuan yang maju dan unik yang berhasil diciptakan oleh para masyarakat Jawa kuno
Pada sistem kalender Jawa, terdapat dua siklus hari yaitu siklus 7 hari seperti yang kita kenal saat ini, dan sistem panacawara yang mengenal 5 hari pasaran. Sejarah penggunaan kalender Jawa baru ini, dimulai pada tahun 1625, dimana pada saat itu, sultan agung, raja kerajaan mataram, yang sedang berusaha menytebarkan agama islam di pulau Jawa, mengeluarkan dekrit agar wilayah kekuasaanya menggunakan sistem kalender hijriah, namun angka tahun hijriah tidak digunakan demi asas kesinambungan. Sehingga pada saat itu adalah tahun 1025 hijriah, namun tetap menggunakan tahun saka, yaitu tahun 1547.
Dalam sistem kalender Jawa pun, terdapat dua versi nama-nama bulan, yaitu nama bulan dalam kalender Jawa matahari, dan kalender Jawa bulan. Nama- nama bulan dalam sistem kalender Jawa komariah (bulan) diantaranya adalah suro, sapar, mulud, bakdamulud, jumadilawal, jumadil akhir, rejeb, ruwah, poso, sawal, sela, dan dulkijah. Namun, pada tahun 1855 M, karena sistem penanggalan komariah dianggap tidak cocok dijadikan patokan petani dalam menentukan masa bercocok tanam, maka Sri Paduka Mangkunegaran IV mengesahkan sistem kalender berdasarkan sistem matahari. Dalam kalender matahari pun terdapat dua belas bulan .

kekerabatan            :   Sistem kekerabatan masyarakat Jawa berdasarkan prinsip keturunanbilateral. Semua kakak laki-laki atau wanita ayah dan ibu beserta istriatupun suami masing – masing diklasifikasikan menjadi satu denganistilah siwa atau uwa. Adapun adik dari ayah dan ibu diklasifikasikan kedalam dua golongan yang dibedakan menurut jenis kelamin menjadipaman dan bibi.Dalam adat masyarakat Jawa dikenal adanya ngarang wulu serta wayuh. Perkawinan ngarang wulu
adalah suatu perkawinan seorang dudadengan seorang wanita salah satu adik dari almarhum istrinya. Jadimerupakan pernikahan sororat. Adapun wayuh
adalah suatu perkawinanlebih dari satu istri (poligami).

kesenian               : reog , kuda lumping, ludruk, tari remo , parikan Tari Bedhaya ,Tari Srimpi Tari Pethilan,  Tari Golek,Tari Bondan,Tari Topeng, Tari DolalakPatolan atau prisenanbarongan, kuda kepang, dan wayang krucil,Kuntulan, Lengger calung
bahasa                 :       Bahasa Jawa, sebagai bahasa ibu dan bahasa pergaulan sehari-hari masyarakat suku Jawa ,. Dan bahasa Indonesia
·         Ha – Hana Hurip Wening Suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci.
·         Na -  Nur Gaib, Candra Gaib, Warsitaning Gaib – pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Ilahi.
·         Ca – Cipta Wening, Cipta Mandulu, Cipta Dadi – arah dan tujuan pada yang Maha Tunggal.
·         Ra – Rasaingsun Handulusih – rasa cinta sejati muncul dari rasa kasih nurani.
·         Ka – Kersaningsun Memayu Hayuning Bawana – hasrat diarahkan untuk kesejahtraan alam.
·         Dha – Dumadining Dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya.
·         Ta – Tatas, Titis, Tutus, Titi lan Wibawa – mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup.
·         Sa – Sifat Ingsun Handulu Sifatullah – membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan.
·         Wa – Wujud Hana Tan Kena Kinira – ilmu manusia hanya terbatas, namun implikasinya bisa tanpa batas.
·          La – Lir Handaya Paseban Jati – mengalirkan hidup sebatas pada tuntunan Ilahi.
·         Pa – Papan Kang Tanpa Kiblat – Hakikat Allah yang ada di segala arah.
·         Da – Dhuwur Wekasane Endek Wiwitane – Untuk bisa diaatas tentu dimulai dari dasar.
·         Ja – Jumbuhing Kawula Lan Gusti – selalu berusaha menyatu, memahami kehendaknya.
·         Ya – Yakin Marang Samubarang Tumindak Kang Dumadi – yakin atas titah atau kodrat Ilahi.
·         Nya – Nyata Tanpa Mata, Ngerti Tanpa Diuruki – memahami kodrat kehidupan
·         Ma – Madep, Mantep, Manembah, Mring Ilahi – yakin atau mantap dalam menyembah Ilahi.
·         Ga – Guru Sejati Sing Mruki – belajar dari guru nurani.
·         Ba -  Bayu Sejati Kang Andalani -  menyelaraskan diri pada gerak alam.
·         Tha – Tukul Saka Niat – sesuatu harus tumbuh dan dimulai dari niatan.
·         Nga – Ngracut Busananing Manungso – melepaskan egoisme pribadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar